Dari Bagian 3
Aku jadi kikuk dan merasa bersalah. Ada perasaan seolah-olah ia tahu apa
yang terjadi semalam. Padahal mungkin saja ia hanya sekedar
berbasa-basi.
"Yah bisa juga tidur, tapi udara terlalu dingin. Jadi sering terbangun dan buang air kecil," kataku.
Tiba-tiba sekelompok teman yang lain mendahului kami dan berkata..,
"Silakan bernostalgia. Kami tidak akan mengganggu kalian kok". Kemudian
pecah suara tawa berderai. Aku hanya tersenyum dan melambaikan tangan.
"Cepat kalian jalan di depan. Kami juga tidak mau diganggu," kataku.
"Tapi ingat lho. Kalau berduaan jangan di tempat sepi, bahaya!" celetuk seseorang.
Siska yang berada di dalam rombongan itu melihatku dan tersenyum.
Akhirnya setelah makan di alam terbuka kami kembali lagi ke hotel
sekitar jam dua belas siang. Acara reuni akan berakhir jam tiga dan jam
dua sudah harus check out. Isman sudah nggak ketahuan lagi perginya.
Iseng-iseng kutekan nomor kamar Siska di telepon kamar.
"Hallo.." terdengar suara Siska.
"Hallo say, udah beres-beres?" tanyaku.
"Ini lagi masukin pakaian,"
"Perlu bantuan?" tanyaku lagi.
Ia tidak menjawab dan meletakkan gagang teleponnya. Aku berpikir sejenak
dan akhirnya kuputuskan untuk ke kamarnya saja. Paling tidak aku harus
bicara apa yang telah terjadi semalam. Kuketuk pintu kamarnya.
"Room service," kataku dengan suara agak berat.
"Masuk saja," katanya.
Aku masuk ke dalam kamarnya dan ia kelihatan terkejut melihatku.
"Kamu lagi. Nggak bosan-bosannya berbuat iseng".
"Aku juga nggak bosan dengan kamu kok," Mukanya memerah.
"Ngerayu lagi. Udah sana beresin pakaianmu sana. Sebentar lagi kita udah diusir sama suaminya Tini".
Siska sudah berganti pakaian dengan kemeja pink tipis dan celana jeans
ketat. Bra-nya yang berwarna hitam dengan model tanpa tali bahu terlihat
di balik kemejanya. Ia duduk di atas ranjang dan aku memeluk dari
samping, sambil bibirku mulai bekerja menciumi daerah leher, pelipis dan
sekitarnya.
"Udah To. Sebentar lagi kita harus check out," katanya sambil berusaha melepaskan pelukanku.
"Kita masih punya waktu sedikit lagi kan?" kataku yakin. Ia ragu-ragu tapi kemudian kurasakan ia menyerah dalam pelukanku.
Angin pegunungan bertiup agak kencang sehingga Siska menggigil. Tanganku
dipegangnya dan didekapkan di dadanya. Kubisikkan di telinganya,
"Daripada kita kedinginan lebih baik kita panaskan dulu suasana ini!"
Ia tidak menjawab namun tubuhnya bergerak dan duduk di pangkuanku.
Kemudian tangannya menggelayut di leherku. Kami berpelukan di atas
ranjang. Tak lama kemudian tubuh bagian bawahnya sudah telanjang,
sementara aku sudah telanjang bulat. Aku sengaja belum membuka bajunya
karena ingin menikmati pemandangan di depanku ini.
Tubuh yang putih mengenakan pakaian tipis terbuka di atas sedang
berbaring di ranjang sementara di bagian pangkal pahanya terbayang
sejumlah rumput hitam yang rapi mengitari sebuah telaga. Ia membuka
pahanya sehingga telaganya yang berwarna kemerahan sangat menantang. Aku
hanya diam dan mengelus-elus perutnya.
"Kamu cuma akan begini terus atau..". Belum habis kata-katanya kucium bibirnya dan aksiku pun segera berlanjut.
Kutindih dan kujelajahi sekujur tubuhnya dengan jariku. Mulutnya mendekat ke telingaku dan berbisik..
"Ouuhh.. Anto.. Terserah kamu apapun yang akan kau lakukan..".
"Aku akan memuaskanmu.." kataku membalas bisikannya.
"Ouhh.. Apa.. Saja. Akhh..!"
Dari bibir lidahku turun ke dada dan ke samping, mengecup pinggul dan
pinggangnya, kemudian ke arah pahanya. Hidungku kutempelkan di bibir
vaginanya. Tercium aroma harum dan segar. Kulebarkan pahanya kuberikan
rangsangan di sekitar pangkal pahanya tanpa menyentuh vaginanya. Ketika
kugigit pahanya sampai merah ia memekik.
"Antoo.. Jangan.. Sudah To!" pekiknya.
Kepalaku kembali ke dadanya dan kuminta dia untuk berguling ke atas.
Dengan cepat kami berguling. Kuraih bagian bawah bajunya dan dengan
cepat kulepaskan lewat kepalanya. Kukecup gundukan payudaranya yang
keluar dari cupnya. Bra-nya dengan sekali jentikan jariku kemudian
terlepas. Kusambut payudaranya dengan jilatan lidahku melingkari sekitar
puting dan dengan sekali jilatan halus.
Siska menekan pangkal payudaranya sehingga payudaranya seperti
mengencang. Siska kemudian membawa payudaranya ke mulutku dan kusambut
dengan rakus seperti bayi yang sedang kehausan susu ibunya. Kugantikan
posisi tangannya dan kuremas. Ujung putingnya kujilat dan kumainkan
dengan gigitan lembut bibirku. Ia semakin terangsang dan ingin segera
mendaki lereng kenikmatan.
Tangannya mengocok penisku dengan lembut. Dikecupnya kepala penisku,
diratakannya cairan bening yang sudah mulai keluar dari lubang kencingku
dengan mulutnya. Aku menahan napas ketika lidahnya menjilati lubang
kencingku. Kini ia jongkok di atas pahaku dan mulai mengarahkan penisku
ke dalam liang vaginanya.
Peniskupun masuk ke dalam liang vaginanya. Kukeraskan ototku sedikit dan
Siskapun mulai menggerakkan pantatnya. Ia seperti penunggang kuda yang
sedang memacu kudanya. Pantatnya bergerak naik turun dengan cepat. Aku
mengimbangi dengan gerakan pinggulku serta meremas dan mengulum
payudaranya. Gerakannya semakin cepat dan erangannya makin sering. Aku
mengubah posisiku menjadi duduk dan memeluk pinggangnya. Kami berciuman
dalam posisi Siska duduk di pangkuanku.
"Aagghh.. Anto..," teriaknya.
Kudorong dia ke arah yang berlawanan dengan posisi semula. Kini aku
berada di atasnya dan mulai mengatur irama permainan. Bibirku bergerak
ke leher dan menjilatinya. Tangannya mengusap punggung dan pinggang
sampai pantatku. Tanganku meremas lembut payudaranya dari pangkal
kemudian kutarik ke arah puting. Kutarik putingnya sedikit dan kujilati
sekitarnya yang juga berwarna kemerahan. Kutekan payudaranya dengan
telapak tangan dan kuputar-putar. Kususuri buah dadanya dengan bibirku
tanpa mengenai putingnya. Ia bergerak tidak menentu. Semakin ia bergerak
maka payudaranya ikut bergoyang. Jilatanku makin ganas mengitari
tonjolan kemerahan itu.
"To.. Aku.. Isep.. Isep dong.. Yang," pintanya.
Aku masih mempermainkan gairahnya dengan jilatan halus di putingnya itu.
Siska mendorong buah dadanya ke mulutku, dan putingnya langsung masuk
ke mulutku, dan kukulum, kugigit kecil serta kujilat bergantian. Lumatan
bibirku di puting Siska makin ganas. Ia semakin liar bergerak
"Aagh..", ia memekik-mekik.
Vagina Siska makin lembab, namun tidak sampai banjir. Siska langsung
mendesis keras ketika merasakan hunjaman penisku yang menyodoknya
bertubi-tubi. Tangannya mencengkeram punggungku. Gerakan naik turunku
diimbangi dengan memutarkan pinggulnya. Semakin lama gerakan kami
semakin cepat dan liar. Ia semakin sering memekik dan mengerang. Kuku
tangannya kadang mencakar punggungku. Kutarik rambutnya dengan satu
tarikan kuat, kukecup lehernya dan kugigit bahunya.
"Ouhh.. Ehh.. Yyeesshh!"
Kugenjot Siska dengan cepat dan menghentak-hentak. Kuganti irama
gerakanku. Kumasukkan penisku setengahnya dan kucabut sampai tinggal
kepalanya yang terbenam beberapa hitungan dan kemudian kuhempaskan
pantatku dengan keras. Siska pun menjerit tertahan dan wajahnya
mendongak. Pinggulnya yang tidak pernah berhenti untuk bergoyang dan
berputar semakin menambah kenikmatan yang terjadi. Jepitan vaginanya
yang menyempit ditambah dengan gerakan pinggulnya membuatku semakin
bergairah.
Aku menurunkan irama untuk mengurangi rasa nikmat yang meledak-ledak.
Penisku kubiarkan tertanam di dalam vaginanya dan kemudian aku
menggerakkan otot kemaluanku. Terasa penisku berkontraksi mendesak
dinding vaginanya dan ketika aku melepaskan kontraksiku, kurasakan
dinding vaginanya menyempit meremas penisku. Hanya suara desahan yang
terdengar di dalam kamar. Ia memberi isyarat untuk menyelesaikan
permainan ini.
"Aku ingin merasakan panasnya lahar gairahmu," ia mendesah.
Kembali kami berpelukan dan bergerak liar tanpa menghiraukan tubuh kami
yang basah oleh keringat. Siska semakin cepat menggerakkan pantatnya
sampai penisku terasa disedot oleh satu pusaran yang sangat kuat. Siska
meremas rambutku dan membenamkan kepalaku ke dadanya, betisnya menjepit
erat pinggulku. Badannya meronta-ronta, kepalanya bergoyang ke kiri dan
ke kanan, tangannya semakin kuat menjambak rambutku dan menekan kepalaku
lebih keras lagi ke dadanya. Aku pun semakin bergairah untuk menghujani
kenikmatan kepada Siska yang tidak berhenti mengerang.
"Aahh.. Sshh.. Sshh " Gerakan tubuh kami semakin liar dan cepat.
"Ouoohh.. Nikmat.. Aku.. Sam.. Pai.."
Aku mengangguk dan ia pun memekik panjang, "Ya .. Ayo.. Aahhkk..!"
Aku mengencangkan otot kemaluanku dan menghunjamkan penisku ke dalam
vaginanya. Nafasnya tercekat sejenak dan kemudian keluarlah erangannya.
Tubuhnya kami mengejang bersama-sama. Kakinya memperketat jepitan di
pinggulku. Sedetik kemudian spermaku sudah memancar di dalam vaginanya.
Kami menjerit tertahan..
"Aww.. Aduuh.. Hggkk"
Sunyi sejenak di dalam kamar. Hanya ada suara napas memburu yang
kemudian berangsur-angsur menjadi tenang. Sayup-sayup suara angin
berdesir terdengar berirama. Setelah napas kami tenang kupeluk ia dengan
mesra.
"Sis.."
"Hee.. Ehh".
"Sejujurnya aku tak pernah berpikir akan terjadi hal seperti ini".
Ia diam dan matanya agak memerah. Bibir bawahnya digigit.
"Aku juga tidak tahu kenapa ini terjadi. Aku sangat kesepian dan
memerlukan kehangatan. Tetapi mengapa ini terjadi?" ia mengeluh dan
menutup mukanya.
"To.. Sudah kepalang basah sekarang. Kalau kamu belum mau pulang ke
Jakarta nanti malam aku masih menginginkannya lagi. Tapi tidak di sini.
Kita pindah ke Yogya, sekitar Malioboro saja yuk".
Kutatap matanya untuk memastikan kata-katanya.
Ia mengangguk dan berkata, "Seperti kataku tadi, sudah telanjur basah ya mandi saja sekalian.."
"Aku mengerti, tapi aku juga tegaskan bahwa ini adalah just for fun. Aku
tidak ingin kamu berpisah dengan keluargamu. Aku hanya ingin membantu
melepaskan dahagamu saja," kataku.
"Aku juga tidak ingin kehilangan keluargaku," katanya tegas.
Akhirnya acara reuni berakhir dan aku masih melanjutkan reuniku hanya
berdua dengan Siska di Yogyakarta. Ketika kami berpisah keesokan
harinya, ia mengecup pipiku dan berbisik..
"Tahun depan kamu harus ikut reuni lagi". Artinya?
E N D